CANDI PARI PORONG SIDOARJO

Candi Pari adalah sebuah peninggalan Masa Klasik Indonesia di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Lokasi tersebut berada sekitar 2 km ke arah barat laut pusat semburan lumpur PT Lapindo Brantas saat ini

JEMBATAN PORONG-GEMPOL

Jembatan Porong Gempol dibangun pada masa penjajahan belanda, merupakan jalan penghubung yang sangat vital.

PENGOLAHAN LIMBAH PABRIK DI GEMPOL

Penghasilan masyarakat gempol di bidang pemanfaatan afalan perusahaan yang diperuntukkan masyarakat sekitar perusahaan yang terkena dampak baik langsung ataupun tidak langsung, afalan ini kemudian dikelolah dengan dikordinir oleh karya muda dengan kapasitas pekerja Rata-rata 200 orang bahkan mencapai 400 orang tiap harinya, upah pekerja dibayarkan langsung

CANDI BELAHAN ATAU CANDI SUMBER TETEK

Candi Belahan atau Candi sumber Tetek terletak di wilayah Dusun Belahan, Desa Wonosonyo, Kecamatan Gempol, Pasuruan, Jawa Timur, tepatnya sekitar 40 km dari kota Pasuruan. Candi ini sebenarnya kalau dilihat dari arsitektur bangunannya merupakan petirtaan yang sangat unik dan mempesona, karena terdapat dua patung wanita Dewi Sri serta Dewi Laksmi.

LUMPUR LAPINDO

Bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

BANYU BIRU PASURUAN

Salah satu wisata favorit di Pasuruan, di banyu biru ini terdapat 4 kolam renang dan beberapa play ground. dari 4 kolam renang tersebut 2 diantaranya adalah kolam renang asli yang airnya dari sumber, air berwarna putih jernih agak kebiru-biruan, warna keliatan agak biru karena air sumber yang dalam.Wisata Alam banyu biru terletak disebelah Selatan kota Pasuruan,sekitar 30 menit perjalanan dari kota Pasuruan.

TITIK RAHMAWATI, S.IP, S.Pd.I (Bunda Titik)

Bunda Titik lahir di Wonoayu Gempol Pasuruan dan menyelesaikan pendidikan ilmu politik di Universitas Airlangga dan melanjutkan pendidikannya di IKIP PGRI Jember jurusan kependidikan. Berperan aktif dalam pendidikan PAUD dan TK dan mempunyai Lembaga Kursus Global di Tempel Pasuruan. Saat ini tinggal dan sebagai warga Surabaya namun dia ingin Gempol mencapai kejayaan seperti zaman Majapahit.

SMK WALISONGO 1 GEMPOL

SMK WALISONGO 1 GEMPOL adalah SMK terbesar se Kabupaten Pasuruan. Di dalamnya memiliki fasilitas yang memadai dan memiliki tenaga pengajar dari luar negeri (native speaker). Tidak hanya itu, SMK Walisongo 1 yang lebih dikenal dengan sebutan SWASA ini juga memiliki bibit-bibit penerus bangsa dan pengusaha yang tak kalah hebat dari SMK Negeri lainnya.

Senin, 15 Juli 2013

DIJUAL RUKO DAERAH NGAGEL JAYA SURABAYA

Dijual ruko lokasi kota Surabaya,Jl. Ngagel Jaya Selatan no 34.
ukuran 5 x 12
3 lantai.
Harga 900jt nego. 

HUB. RATIH 
HP. 085852171971

DIJUAL RUMAH LOKASI PINGGIR JALAN DHARMAWANGSA SURABAYA

Rumah dijual terletak di lokasi sangat strategi cocok sebagai pertokoan daerah dharmawangsa surabaya ukuran 17 x 21,65 m2 harganya Rp. 4,5 miliar.

HUB BAPAK BAGIO
HP. 081329935618

ALAMAT :
Jl. Dharmawangsa 138 surabaya
Jl. Kertajaya 7c/24 Surabaya

Jumat, 12 Juli 2013

BUNG KARNO MENEMUKAN MAKAM IMAM AL BUKHARI

DI Tashkent tidak ada jalan bernama Bung Karno. Tapi bukan berarti rakyat Uzbekistan ini tidak mengenal presiden pertama Republik Indonesia itu.
Tidak banyak yang tahu kalau Bung Karno adalah penemu makam Imam Al Bukhari, seorang perawi hadist Nabi Muhammad SAW. Begini ceritanya. Tahun 1961 pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khrushchev mengundang Bung Karno ke Moskow. Kayaknya Khrushchev hendak menunjukkan pada Amerika bahwa Indonesia berdiri di belakang Uni Soviet.
Karena bukan orang lugu, Bung Karno tidak mau begitu saja datang ke Moskow. Bung Karno tahu, kalau Indonesia terjebak, yang paling rugi dan menderita adalah rakyat. Bung Karno tidak mau membawa Indonesia ke dalam situasi yang tidak menguntungkan. Bung Karno juga tidak mau Indonesia dipermainkan oleh negara mana pun.
Bung Karno mengajukan syarat. Kira-kira begini kata Bung Karno, “Saya mau datang ke Moskow dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi. Tidak boleh tidak.”
Khrushchev balik bertanya, “Apa syarat yang Paduka Presiden ajukan?”
Bung Karno menjawab, “Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya.”
Jelas saja Khrushchev terheran-heran. Siapa lagi ini Imam Al Bukhari. Dasar orang Indonesia, ada-ada saja. Mungkin begitu sungutnya dalam hati. Tidak mau membuang waktu, Khrushchev segera memerintahkan pasukan elitnya untuk menemukan makam dimaksud. Entah berapa lama waktu yang dihabiskan anak buah Khrushchev untuk menemukan makam itu, yang jelas hasilnya nihil.
Khrushchev kembali menghubungi Bung Karno. “Maaf Paduka Presiden, kami tidak berhasil menemukan makam orang yang Paduka cari. Apa Anda berkenan mengganti syarat Anda?”
Bung Karno tersenyum sinis. “Kalau tidak ditemukan, ya udah, saya lebih baik tidak usah datang ke negara Anda.”
Kalimat singkat Bung Karno ini membuat kuping Khrushchev panas memerah. Khrushchev balik kanan, memerintahkan orang-orang nomor satunya langsung menangani masalah ini. Nah, akhirnya setelah bolak balik sana sini, serta mengumpulkan informasi dari orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, anak buah Khrushchev menemukan makam Imam kelahiran Bukhara tahun 810 Masehi itu. Makamnya dalam kondisi rusak tak terawat.
Imam Al Bukhari yang memiliki pengaruh besar bagi umat Islam di Indonesia itu dimakamkan di Samarkand tahun 870 M.
Khrushchev memerintahkan agar makam itu dibersihkan dan dipugar secantik mungkin.
Selesai renovasi, Khrushchev menghubungi Bung Karno kembali. Intinya, misi pencarian makam Imam Al Bukhari berhasil. Sambil tersenyum Bung Karno mengatakan, “Baik, saya datang ke negara Anda.” Setelah dari Moskow, tanggal 12 Juni 1961 Bung Karno tiba di Samarkand. Sehari sebelumnya puluhan ribu orang menyambut kehadiran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia ini di Kota Tashkent.

Kamis, 11 Juli 2013

BUNDA TITIK MEMBUKA KURSUS "GLOBAL PLUS" DI TEMPEL GEMPOL PASURUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia. Tuntutlah ilmu sepanjang usia. Manusia dituntut untuk terus belajar karena dengan belajar masalah-masalah dunia dapat diatasi dengan mudah karena sudah mendapat ilmu. Berbeda dengan orang yang tidak berilmu biasanya bila menemui persoalan emosi selalu diutamakan. GLOBAL PLUS, Bimbingan belajar tetap membuka pendaftaran baru bagi siswa yang ingin diasah, diasuh dengan tutor yang profesional.

Hubungi :
Bu TITIK RAHMAWATI, S.IP, S.Pd.
Tempel Masjid belakang TK Zainiyah Hp. 081331086850

Rabu, 10 Juli 2013

PENEMUAN SITUS TERUNG DI DESA TAMBAK KEMERAAN, KRIAN

Awalnya iseng. Jansen Jasien hobi garuk-garuk tanah di sekitar rumahnya di Desa Tambak Kemeraan, Krian. Lama-lama, dia tertarik mengumpulkan batuan yang ditemukan. Penemuan terbarunya bukan batu sembarang batu. Itu candi! JANSEN senang mempelajari temuan batu bata yang ia koleksi sejak dua tahun lalu. Batu-batu itu ia kumpulkan satu per satu dari berbagai sudut desa. Mulai tempat tinggalnya di Desa Tambak Kemeraan RT 14 RW IV, hingga Desa Terung Wetan yang berjarak enam kilometer dari sana. Setelah diteliti, batu bata itu ternyata tersebar merata mengelilingi kawasan Terung Wetan sejauh empat kilometer. Jansen memperkirakan, usianya sudah ratusan tahun.
Dia juga meyakini, bendabenda itu merupakan peninggalan zaman Kerajaan Majapahit, 1.400 M silam.


Keyakinan tersebut diperkuat dengan keberadaan makam Raden Ayu Putri di sana. Raden Ayu adalah anak Adipati Terung, Raden Husein dari Kerajaan Majapahit. Untuk mengungkap misteri bebatuan temuannya, Jansen rela melakukan apa saja. Dia tidak asal gali tanah lagi. Pelukis cagar budaya ini harus melakukan penerawangan dulu, sebelum mulai menggali. Dia bahkan pernah menyamar sebagai pemulung dan mondar-mandir di semak belukar sebelah selatan makam Raden Ayu, siang dan malam. Hasilnya, Jansen menemukan, 15 meter dari sisi selatan
makam Raden Ayu merupakan situs bersejarah. Di sana terdapat dua sumur, yang dinamai Sumur Manggis dan
Sumur Gentong. Di kedalaman dua meter Sumur Gentong, ditemukan sebuah gentong. Sedangkan dari dalam Sumur Manggis, ditemukan batu bulat berbentuk manggis sumping delapan. “Itu merupakan ciri bagian sebuah kerajaan
besar,” terang Jansen.


Dari penelitian panjang yang ia lakukan sendiri selama dua tahun, Jansen akhirnya menemukan titik, yang dia anggap sebagai pusat Candi Terung. Dia mendapatkan lokasinya melalui hasil penerawangan. Sebelumnya, dia juga minta izin pada Sahuri (55) alias Mbah Huri, si pemilik tanah, untuk melakukan penggalian bersejarah
di sana.



Setelah menemukan bangunan pondasi berupa batu bata tersusun rapi berbentuk huruf ‘l’ beberapa waktu lalu, Jansen Jasien seorang penggiat seni warga krian, kini ia bersama warga desa yang lain kembali menemukan reruntuhan bangunan yang bentuknya berupa pondasi berbahan batu bata. Lokasinya berada sekitar 1 kilometer ke arah selatan tepatnya di dusun Terung Kidul. lokasinya berada di tengah kebun tebu jauh dari pemukiman warga.
Namun kondisinya sudah hancur karena tertimbun tanah selama ratusan tahun dan tergenang air sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. selain bangunan pondasi, juga ditemukan batu ceper berbentuk persegi atau dalam istilah sejarahnya disebut batu Umpak dan juga sumur dengan diameter sekitar 1 meter.
“Penemuan baru ini diperkirakan merupakan tempat meletakkan sesaji di area pemujaan karena di sekitar tempat tersebut juga ditemukan pecahan keramik dan gerabah”ucap Pria yang peduli terhadap peninggalan dan sejarah asal-usul desa Terung Wetan ini Senin (06/05/2015).
Jansen juga menambahkan, diperkirakan masih banyak bagian situs yang bisa ditemukan di lokasi tersebut, namun oleh pihak desa selaku pemilik tanah hanya area seluas 20 kali 20 meter yang diijinkan untuk dilakukan penggalian. Selain penemuan tempat sesaji, ke arah barat sekitar 3 kilometer juga ditemukan situs semaji yang kondisinya sama hancur tak tersisa termakan jaman hanya batu Andesit merah dan batu berbentuk lingga yang bisa dilihat bentuknya.
Desa Terung Wetan merupakan bekas Kadipaten Terung yang menjadi daerah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Terung diperintah Raden Husein adik Raden Patah Raja kerajaan Demak. Raden Husein terkenal dengan sebutan Adipati Terung dan memiliki putri yang dimakamkan di sebelah utara situs yang baru ditemukan itu. Kadipaten Terung sendiri diperkirakan musnah setelah terkena aliran lahar dingin letusan gunung ratusan tahun silam. Itu terlihat dari pasir yang menutupi dan berada di sekitar situs bersejarah ini.
“Warga memperkirakan masih banyak peninggalan kadipaten terung di desa terung wetan yang belum ditemukan sehingga warga menginginkan asal usul desa Terung Wetan yang konon dulunya Kadipaten Terung bisa dibuktikan dalam sejarah”Pungkasnya (SN1)

Senin, 08 Juli 2013

MAKAM KARAENG GALESONG DI DESA KAUMREJO DAERAH NGANTANG MALANG


Sejarah menuturkan, perjuangan Karaeng Galesong berlanjut ke tanah Jawa. Ia berlabuh di wilayah timur pulau Jawa dengan jumlah pasukan yang besar. Belum ada data yang jelas namun ada yang mengatakan lebih dari 4.000 prajurit. Di masa itu di wilayah Jawa Timur terdapat dua penguasa besar dan ditakuti, yakni Adipati Anom di Mataram dan Trunojoyo di Madura. Kedua penguasa besar ini saling bermusuhan. Karaeng Galesong diakrabi oleh Trunojoyo dan mendapat restu menikahi keponakan Trunojoyo.

Pelarian Karaeng Galesong ke tanah Jawa dikarenakan kekalahan kerajaan Gowa oleh Belanda pada tahun 1669. Ia tidak ingin berada di bawah jajahan Belanda, karenanya memilih untuk meninggalkan tanah Gowa bersama beberapa kerabat kerajaan. Mereka antara lain Karaeng Tallo Sultan Harunnarrasyid Tumenanga ri Lampana dan Daeng Mangappa, saudara kandung Karaeng Tallo. Dua lainnya paling terkenal adalah Karaeng Galesong Tumenanga Ritappana, dan Karaeng Bontomarannu Tumma Bicara Butta Gowa
Sebelum perkawinan Karaeng Galesong, Trunojoyo meminta Karaeng Galesong dengan pasukannya membantu menyerang Gresik dan Surabaya yang berada dalam kekuasaan Adipati Anom, Pasukan Karaeng Galesong seperti ditulis ahli sejarah Belanda, Degraff, Karaeng Galesong berhasil mengobrak-abrik pasukan Adipatai Anom yang kemudian lari ke jawa Tengah.

Menurut catatan sejarah, pada 21 November 1679 sang panglima wafat di daerah Ngantang Kabupaten Malang. Kisah kematiannya diperoleh sejarawan Leonard Andaya dari Kolonel Archief, yang catatannya sekarang masih tersimpan rapi di Denhaag.
Abadi di Ngantang
Adalah Ngantang, sebuah daerah di kabupaten Malang, tidak jauh dari kota Batu yang menjadi peristirahatan terakhir sang karaeng. Daerah ini sejuk dan asri, dan di sinilah terdapat sebuah pemakaman yang luasnya sekitar seratus meter persegi, dengan beberapa pohon kamboja tua.

Suasana pemakaman nampak bersih, hanya terdapat beberapa batu nisan dengan tatanan batu bata tua yang sudah berlumut dan sebuah gundukan agak memojok dengan nisan yang telah berlumut pula. Diyakini makam ini adalah kerabat Karaeng Galesong. Tidak jauh dari gundukan tersebut, terdapat batu nisan dari marmer yang tampaknya belum begitu lama dipasang. Di sinilah makam Karaeng Galesong berada. Kuburan yang ditata dengan tumpukan batu bata dipenuhi lumut. Di antara nisan dan kuburan, berdiri tiang sekitar satu meter dengan bendera merah putih. Di bawah kibaran bendera terdapat tulisan kata “pejuang”.

Pada prasasti marmer di kuburan itu, terukir tulisan berwarna emas menggunakan bahasa Arab, yang terjemahan bebasnya berarti, “di sinilah dimakamkan seorang pejuang yang berjuang dijalan Allah.” Di bawah prasasti ini terdapat tulisan nama sebuah kelompok pengajian, yang menyebut diri warga Malang keturunan Galesong.

Bugis Makassar di Malang
Masyarakat Bugis Makassar memang banyak bermukim di Malang dan sekitarnya. Karaeng Galesong pun menjadi kebanggaan. Ziarah ke makam sang karaeng merupakan rutinitas. Dua tahun lalu, misalnya, masayarakat Sulawesi-Selatan yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS Malang Raya) dan Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Indonesia Sulawesi-Selatan (IKAMI Sul-Sel Cab. Malang) mengadakan acara memperingati hari korban 40.000 Jiwa, yang salah satu kegiatannya adalah berziarah ke makam Karaeng Galesong.

Salah satu artikel di buletin Anging Mamiri yang diterbitkan oleh KKSS Malang raya, Salahauddin Basir menuliskan bahwa Dr. Wahidin Sudirohusodo, motor pergerakan Budi Utomo masih merupakan keturunan Galesong. Pada tahun 60-an, seorang guru besar di Universitas Gajah Mada bernama Prof. Mr.Djojodiguno, pakar hukum yang terkenal, sering bertutur kepada mahasiswanya bahwa ia berdarah Makassar, merupakan keturunan Karaeng Galesong. Tentu kita juga masih ingat, Setiawan Djodi, seniman dan budayawan yang dinobatkan sebagai keturunan Karaeng Galesong beberapa tahun lalu.

Tepatnya di Desa Kaumrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang,Jawa Timur (kira-kira 50km arah barat laut kota Malang), Dan menurut catatan di koran tersebut (lupa bawa karena ketinggalan di kampung), Karaeng Galesong adalah putra dari Sultan Hasanuddin, Ayam Jantan dari Timur yang melarikan diri ketika kerajaan Gowa/Bone dikalahkan Belanda dan melarikan diri ke tanah Jawa. Keberadaannya baru diketahui ketika ada upaya menjadikan Karaeng Galesong ini sebagai pahlawan nasional. Sampai-sampai data tentang desa tempat dia mengasingkan diri dicari sampai di buku-buku peninggalan Belanda di Musium Leiden.

Disebut Karaeng Galesong menetap dan dimakamkan di desa Hantang (sekarang Ngantang), beliau oleh warga setempat dipanggil Mbah Raja/Rojo. Dan benar tidaknya dia ini berasal dari Sulawesi Selatan telah dibenarkan oleh cicit Raja Bone terakhir yang akhirnya makam itu direnovasi oleh Pemerintah Daerah Bone dan kepala desa Kaumrejopun mendapat berkah dari situ karena diundang terbang ke Bone, Sulawesi Selatan sebagai wujud penghormatan atas terpeliharanya makam Mbah Raja alias Karaeng Galesong ini. 

Sabtu, 06 Juli 2013

PRASASTI CUNGGRANG DI DUSUN SUKCI DESA BULUSARI GEMPOL PASURUAN


Prasasti Cunggrang dibuat pada 18 September Tahun 851 Saka atau 929 Masehi atas perintah Empu Sindok, Pendiri Wangsa Isyana Kerajaan Medang (Mataram kuno). Dari data-data sejarah yang ada pada Prasasti Cunggrang disebutkan bahwa Empu Sindok membuat Prasasti Cunggrang sebagai ucapan terima kasih Empu Sindok kepada penduduk Cunggrang yang bergotong royong merawat pertapaan, prasada, dan merawat pancuran air di Pawitra. Pawitra adalah nama lain dari Gunung Penanggungan. Dusun Cunggrang kemudian dijadikan sebagai Sima (daerah bebas pajak) oleh Empu Sindok. Pada waktu itu, Cunggrang berada di dalam Watek (struktur pemerintahan daerah setingkat kabupaten) Bawang di bawah kekuasaan Wahuta Wungkal. Kini, Cunggrang berada di Dusun Sukci Desa Bulusari Kecamatan Gempol.
Tanggal pembuatan Prasasti Cunggrang 18 September kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Pasuruan yang pada tahun 2012 usia Kabupaten Pasuruan genap 1083 tahun. Sejak 2010, setiap tanggal 18 September sebagai puncak peringatan Hari Jadi Kabupaten Pasuruan, selalu diadakan Kirab Budaya yang dimulai dari Prasasti Cunggrang.
Tapi, ironisnya, Prasasti Cunggrang tidak terawat dengan baik. Tulisan Jawa kuno yang diukir pada Prasasti Cunggrang sudah tidak dapat dibaca lagi. Isi prasasti masih dapat diketahui melalui replika yang dibuat dari bahan tembaga yang saat ini disimpan di Katedral Bunda Hati Kudus Kota Malang. Hilangnya tulisan pada prasasti tersebut bisa jadi karena perawatan yang ala kadarnya terhadap Prasasti Cunggrang. Pemerintah Kabupaten Pasuruan maupun pemerintah pusat terkesan setengah hati dalam memelihara situs bersejarah ini. Kalaupun ada bangunan seperti pendopo yang dibangun pada tahun 2001 untuk melindungi Prasasti Cunggrang, itu merupakan swadaya dari masyarakat. Masyarakat sering mengajukan permohonan dana untuk perawatan situs bersejarah ini, tapi tidak pernah dipenuhi oleh Pemkab Pasuruan.
Sungguh ironis. Kemegahan Kirab Budaya untuk memperingati hari jadi Kabupaten Pasuruan yang diadakan tiap tahun dan pasti menghabiskan biaya puluhan hingga ratusan juta, ternyata tidak diiringi dengan perawatan Prasasti Cunggrang yang hanya berukuran 126 x 96 sentimeter. Padahal, adanya prasasti tersebut yang menjadi acuan perayaan hari jadi Kabupaten Pasuruan. Bahkan, di prasasti tersebut, kegiatan Kirab Budaya diawali. Padahal terdapat banyak pengetahuan sejarah yang ada di dalam prasasti tersebut. Misalnya, tradisi gotong royong penduduk Pasuruan yang sudah ada sejak dulu. Dalam prasasti tersebut juga tercermin religiusitas nenek moyang Kabupaten Pasuruan sesuai dengan agama yang dianut pada jamannya, dimana religiusitas tersebut masih terasa sampai sekarang, dengan dikenalnya Kabupaten Pasuruan sebagai kota santri.
Semoga Prasasti Cunggrang dan banyak peninggalan sejarah yang lain lebih diperhatikan oleh Pemerintah. Supaya, peninggalan dari para leluhur dapat terjaga dengan baik, dan anak cucu kita nanti dapat mengetahui dengan benar asal usul keberadaan Pasuruan tercinta.

BATU KURSI DITEMUKAN DI DUSUN KEDANTEN DESA WONOKOYO BEJI PASURUAN


Kisaran Kabupaten Mojokerto sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit di masa lalu banyak meninggalkan benda-benda dan bangunan bernialai sejarah. Sebagian besar peninggalan sejarah yang di temukan di kawasan-kawasan tersebut dalam keadaan terkubur dalam tanah.
Kemarin siang saat saya ada rapat di daerah Ngerong-Gempol saya diberitahu oleh salah seorang kawan akan penemuan batu kursi yang ada di lahan grarapan tol Gempol-Pandaan. Penasaran dengan berita yang disampaikan oleh kawan tersebut, maka saya memutuskan untuk melihat secara langsung mengingat lokasinya tidak terlampau jauh dari tempat saya rapat tadi.
Kurang lebih 10 menit saya sampai ke Dusun Kedanten Desa Wonokoyo Beji yang merupakan lahan Garapan Tol tersebut. Memang pada saat itu jalan tol belum jadi. Proses pengerjaan hanya pada seputar pengerukan tanah yang digunakan untuk pondasi jalan.
image
Batu Kursi
Dalam proses pengerukan inilah ditemukan beberapa batu yang diyakini memiliki kekuatan ghaib. Namun disini saya mencoba melihatnya dalam sisi yang berbeda. Saya berasumsi bahwa benda tersebut adalah peninggalan masa lampau atau arkeologi sebagaimana ditemukan di daerah-daerah lain di wilayah Indonesia.
Ada empat batu di lokasi ditemukan. Penduduk menamakannya dengan sebutan Batu Kursi, Batu Sholatan, Batu Bedug dan satu lagi batu Jidor (Batu ini tidak terdapat tandanya). Namun kalau kita cermati lokasi yang ada ada satu batu lagi yang memisah agak jauh dari lokasi yaitu di sisi barat lahan tol.
Saya belum tau pasti dasar yang digunakan untuk penduduk menamakan keempat batu tersebut. Yang pasti kalau kita perhatikan bentuk masing-masing batu maka akan agak sedikit nyambung. Batu kursi sepintas diperhatikan berbentuk kursi letter L. Mengahadap sisi barat ke arah gunung Penanggungan. Kalau ini disebut kursi imaman seharusnya menghadap ke timur berlawanan dengan kiblat yang digunakan khatib untuk duduk saat jeda adzan khutbah jumat.
Batu Sholatan
Yang kedua adalah batu terbesar yaitu batu sholatan. batu ini berbentuk persegi namun kurang beraturan. Kalau secara pribadi saya simpulkan batu ini belum selesai dikerjakan karena bentuknya belum begitu presisi. Bagian atas batu datar dan kira-kira dapat dijadikan alas untuk melaksanakan sholat sebagaimana dilakukan orang-orang terdahulu. Batu Bedug bentuknya juga tidak beraturan. Di sekitan batu bedug terdapat tulisan batu ini awalnya dapat dipukul dan mengeluarkan bunyi seperti bedug. Namun karena ada yang berusaha meusaknya maka batu ini tidak lagi mengeluarkan bunyi ketika dipukul. Batu Jidor hampir sama dengan batu bedug. Bentuknya tidak beraturan